Genderang pesta
demokrasi untuk menuju pemimpin daerah di Kalimantan Timur mulai terlihat, di
mana para partai politik maupun orang-orang yang akan ambil bagian dalam
Pemilihan Kepala Daerah mulai ambil start menunjukkan dirinya di muka publik
dengan slogan-slogan yang menjanjikan. Tak ayal banyak spanduk-spanduk/baliho
dari berbagai ukuran menghiasi ruang-ruang publik yang dapat
menyesakkan
pandangan. Dengan semakin dekatnya momen Pemilihan Kepala Daerah pada bulan
Desember mendatang, tentunya tensi politik dan persaingan akan semakin tampak
dan tidak menutup kemungkinan cara-cara “kotor” dalam politik akan terulang
kembali.
Seperti kita
ketahui bersama pada isu-isu pemilu sebelumnya tentang black kampanye, many politik
dan cara-cara “kotor” lainnya sering terdengar baik secara langsung maupun
melalui media massa. Anehnya pula, hal serupa sering terjadi dan seolah tidak
bisa hilang di setiap “pesta demokrasi” bangsa ini.
Bukan sebuah
hal baru ketika momen pesta demokrasi (pemilu/pemilukada) berlangsung, selalu
terdengar cara-cara kotor mulai bekerja. Hal ini tentunya akan berdampak buruk
di kemudian hari baik secara langsung maupun berdampak pada keberlangsungan
‘cara kotor” tersebut di generasi bangsa yang akan datang, dan hal ini tidak
bisa dibiarkan begitu saja melainkan harus ada upaya-upaya untuk mewujudkan
politik yang benar-benar bersih di kemudian hari.
Menurut penulis, hal terpenting yang menjadi perhatian
adalah upaya bagaimana mengantisipasi virus “politik kotor” agar tidak
menjangkit kepada anak-anak bangsa, untuk itu perlu adanya pendidikan politik
kepada generasi bangsa sejak dini. Hal ini perlu dilakukan mengingat dari tahun
ke tahun, politik kotor yang diakibatkan oleh moralitas dan mental yang lemah
selalu nampak dalam permukaan. Dengan pendidikan politik, tentunya akan
memberikan dampak positif sangat besar bagi generasi penerus bangsa selanjutnya.
Seperti halnya dalam dunia pendidikan, bahwa perkembangan manusia dipengaruhi
oleh faktor internal maupun eksternal, yang akan berdampak pada pembentukan
sikap manusia itu sendiri (Sumardi Surya Brata:
2008).
Untuk itu pendidikan politik sejak dini perlu menjadi
perhatian seluruh elemen masyarakat, ini erat kaitannya pula dengan fungsi
pendidikan bagi anak usia dini yang tidak hanya sekedar untuk memberikan
berbagai pengalaman belajar seperti pendidikan pada orang dewasa, tetapi juga
berfungsi mengoptimalkan perkembangan kecerdasannya, baik kognitif, afektif danpsikomotorik. Pendidikan di sini hendaknya diartikan secara luas mencakup
seluruh proses stimulasi psikososial yang tidak terbatas pada proses
pembelajaran yang dilakukan secara klasikal, namun pendidikan dapat berlangsung
dimana saja dan kapan saja.
Pendidikan politik yang penulis maksudkan misalnya memberikan
pemahaman tentang nilai-nilai luhur dalam berpolitik, misalnya jujur, amanah,
tidak obral janji, arif dalam menerima pendapat dsb. Pada sisi lain, yang perlu
dipahamkan kepada anak-anak misalnya pembelajaran tata cara berparlemen, tata cara
menyatakan pendapat di muka umum dan lain sebagainya. Adapun, hal lain yang
juga diperoleh anak-anak dengan pendidikan politik sejak dini adalah mereka
akan paham bagaimana tidak bersikap curang dalam mencapai tujuannya. Seorang
politikus sejati, harus mampu mengimplementasikan sikap-sikap politiknya tanpa
harus merugikan pihak lain meskipun tujuannya tetap harus tercapai.
Pendidikan politik yang dikenalkan sejak dini tersebut
nantinya selalu dipupuk dengan baik melalui pembiasaan-pembiasaan dan tauladan,
yang pada akhirnya akan sangat mungkin ketika anak tersebut besar tetap
mempunyai sifat-sifat arif, jujur, dan moral serta mental yang baik. Kelak,
ketika mereka besar dan menjadi politikus maka akan mejadi politikus yang
bermental kuat dan bermoral baik, yang secara tidak langsung akan mengurangi
cara-cara kotor dalam demokrasi.
Sumber: PERANTAU
No comments:
Post a Comment