Hakikat Niat dan Pengertiannya

 on Thursday, 28 May 2015  



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dalam kehidupan, kadang umat manusia cenderung lebih banyak mengeluh, lebih-lebih ketika apa yang dihasilkan/diraih tidak sesuai dengan harapan. Banyak orang bilang ketika pada posisi demikian mengatakan, bahkan menjadi “candaan” yang membangun, yakni munculnya ungkapan “semua itu tergantung dari niat”.
Jika dikaitkan dengan ajaran islam, ungkapan tersebut sangat tepat dan jelas, mengingat dalam islam niat menjadi hal yang utama dan pertama dari apa yang akan dilakukan, baik tentang amaliah, ibadah, maupun muamalah. Baik hal-hal keduniaan maupun akhirat. Ungkapan “segala sesuatu itu tergantung dari niat” bukan hanya sebuah motifasi belaka, melainkan jauh-jauh hari Nabi SAW telah mengingatkan kepada kita semua untuk betul-betul mengedepankan niat dalam perbuatannya, beliau bersabda, yang kurang lebih artinya: sejatinya amal perbuatan itu tergantung pada niat.
Niat merupakan landasan spiritual yang dapat memberikan warna bagi sebuah tindakan baik bernuansa dunia maupun akhirat. Namun, pentingnya niat sebagai landasan spiritual bagi semua tindakan/perbuatan ini banyak dilupakan oleh banyak orang, bahkan yang notabanenya muslim. Dan bahkan niat tidak dianggap sebagai sebuah hal yang penting dan dapat menentukan dari apa yang kita harapkan.
Kita bisa lihat fenomena-fenomena dalam dunia ini, misalnya banyak orang pintar, cerdas, kritis, namun tidak mempunyai moral yang baik, hingga muncul adanya pejabat yang korup, seks bebas, narkoba dan sebagainya merupakan fakta yang tak terbantahkan karena etika dan moralitas yang rendah.
Kalau kita mau mengaitkan dan telaah lebih dalam, sangat mungkin orang yang cerdas, kritis, namun “sesat” itu berawal dari penguasaan ilmu pengetahuan yang tidak dibarengi dengan niat yang baik.
Berkaitan dengan betapa penting dan utamanya niat, al-Zarnuji seorang pemikir dan pencetus teori-teori pendidikan, menempatkan niat pada posisi central bagi para pencari ilmu. Menurutnya, niat menjadi pendorong bagi apa yang diniatkan, dan dorongan itu akan melahirkan semangat terhadap apa yang dicita-citakan[1].
Betapa pentingnya niat dalam segala tindakan, di bawah ini akan dibahas tentang niat dan ruang lingkupnya, sehingga mudah-mudahan dapat memberikan sedikit gambaran bagi kita semua akan pentingnya niat dari apa yang akan kita kerjakan.

B.       Rumusan Masalah
1.      Pengertian Niat
2.      Hadis Tentang Niat
3.      Riwayat Hadis Tentang Niat
4.      Pelajaran Yang Dapat Diambil Dari Niat


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Niat
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), niat adalah maksud atau tujuan suatu perbuatan[2].
Niat atau niyyat, seperti yang dikutip dalam bukunya teungku hasbi as shidieqy (mutiara hadis 1),menurut bahasa adalah tujuan hati dan kehendak hati. Menurut syara ialah bergeraknya hati kearah sesuatu pekerjaan untuk mencapai keridhaan allah dan untuk menyatakan tunduk dan patuh kepada perintah-Nya.
Al baidhawy berkata: niat itu ialah bergeraknya hati untuk engerjakan ssuaatu yang dipandang baik, untuk sesuattu maksud, baik untuk menarik sesuatu manfaat ataupun untuk menolak sesuatu mudharat, dalam waktu yang cepat atau dalam waktu yan akan datang. Syara menentukan niat dengan iradat (kehendak hati) yang mengarah kepada pekerjaan untuk mencari keridhaan Allah dan untuk menuruti perintahnya.
Ibnu Qayyim dalam kitabnya Iqatsatul Lahfun, mengatakan niat adalah bermaksud melakukan sesuatu[3].
Kebanyakan ulama mutaakhirin Syafi’iyah mengartikan niat syar’iyah (niat yang dipandang syara) dengan “menghendaki sesuatu, bersamaan dengan mengerjakannya”.
Pengertian niat dalam ensiklopedi hukum islam secara semantis berarti maksud, keinginan kehendak, cita-cita, tekad dan menyengaja. Secara terminologis ulama fiqh mendifinisikan dengan “tekad hati untuk melakukan sesuatu perbuatan ibadah dalam rangka mendekatkan diri semata-mata kepada Allah[4].
Niat, kemauan dan tujuan merupakan rangkaian yang terajut dalam satu pengertian, yaitu suatu kondisi dan sifat hati yang menghubungkan dua hal yaitu ilmu dan amal[5].

B.       Hadits Tentang Niat
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِى حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّا بِ يَنِ نُفَيْلِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى بْنِ رِيَاحِ بْنِ رَزَ احِ بْنِ عَدِ يِّ بْنِ عَدِ يِّ بْنِ كَعْنِ بْنِ لُؤَيِّ بْنِ غَالِبِ الْقُرَيْثِىِّ العَدَ وِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: أِنَّمَااْلأَ عْمَالُ بِالنِيَاتِ وَأِ نَّمَا لِكُلِّ اْمْرِىءٍِ مَانَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَ تُهُ أِلَى اللهِ وَرَ سُوْ لِهِ فَهِجْرَ تُهُ أِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَ تُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْامْرَ أَ ةٌ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَ تُهُ أِلَى مَا هَجْرَ أِلَيْهِ. (متفق على صحته)

“Dari Amir AL-Mu’min, Abu Hafs Umar bin Al-Khathtab r.a. bin Nufail, bin abdul Uzza, Bin Riyah, bin Abdullah bin Qurd Rajah bin “Adiy Ka’ab bin Luay, bin Galib keturunan Quraisy Al-Adawy, dia berkata bahwa dia mendengar Rasulullah SAW telah bersabda “Sesungguhnya sah atau tidaknya suatu amal, bergantung pada niatnya. Maka barang siapa hijarhnya karena (untuk) Allah dan Rasul Nya, maka pahala hijrahnya berpulang kepada Allah dan Rasul Nya, dan barang siapa yang hijrahnya itu untuk suatu (keperluan dan kepentingan harta) dunia yang hendak dicapainya atau karena (untuk mendapatkan) seorang perempuan yang hendak dikawininya, maka hijrahnya itu (kembali dan berpulang) pada apa yang diniatinya itu” (Bukhari Muslim)[6].

1.      Asbab Al- Wurud Hadis Tentang Niat
Rasulullah SAW mengeluarkan hadis diatas (asbab al-wurud)-nya adalah untuk menjawab pertanyaan salah seorang sahabat berkenaan dengan peristiwa hijrahnya rasulullah SAW. dari Mekkah ke Madinah, yang diikuti oleh sebagian besar sahabat. Dalam hijrah itu ada salah seorang laki-laki yang turut serta berhijrah. Akan tetapi, niatnya bukan untuk kepentingan perjuangan islam melainkan hendak menikah dengan seorang wanita yang bernama Ummu Qais. Wanita itu rupanya telah bertekad akan turut hijrah, sedangkan laki-laki tersebut pada mulanya memilih tinggal di Mekkah. Ummu Qais hanya bersedia dikawini ditempat tujuan hijrahnya Rasulullah SAW. yakni Madinah, sehingga laki-laki itupun ikut hijrah ke Madinah.
Ketika peristiwa itu ditanyakan kepada Rasulullah SAW,apakah hijrah dengan motif itu diterima (maqbul) atau tidak, Rasullah SAW menjawab secara umum seperti disebutkan pada hadis diatas[7].
Dalam hadis ini Rasulullah SAW menegaskan secara khusus, bahwa tiap-tiap perbuatan bergantung kepada dorongan hati (kesengajaan) pelakunya. Kemudian beliau mengambil contoh berupa perbuatan (amal) hijrah.
Hijrah para sahabat dan Nabi SAW dari Mekkah ke Madinah adalah atas perintah Allah. Melakukan perintah Allah adalah ibadah. Tetapi kalau di dalam melakukan perintah Allah itu maksudnya atau kesengajaannya untuk mendapatkan keuntungan dunia atau materi, seperti istri, harta, pangkat, kemasyuran, pujian dan lain-lain, maka perbuatan tersebut tidak akan mendapat pahala dari Allah. Bahkan ia akan mendapatkan dosa, sebab Allah menyatakan bahwa tiap-tiap orang dalam melekukan perintahnya harus bersikap ikhlas, bersih dari pamrih keduniaan[8].
2.      Biografi Perawi
Umar bin al-Khatab
Umar Ibnul Khaththab yang terkenal juga dengan nama Kuniyah (julukan) Abu Hafshin (pak singa) adalah khalifah yang pertama mendapat gelar kehormatan yang tertinggi Amirul Mu’minin. Beliau dikuniyahkan Abu Hafshin lantaran keberanian dan kerasnya kemauannya. Hadis yang diriwayatkan Rasulullah SAW sebanyak 537 buah. Dari jumlah tersbut yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sebanyak 26 buah, yang diriwayatkan oleh Bukhari sendiri sebanyak 34 buah, sedangkan yang diriwayatkan oleh Muslim sendiri 21 buah[9].
Imam Muslim
Beliau adalah Abul Husain, Muslim bin al-Hajjaj dan suku Quraisy di negeri An Nissabury. Karena itu beliau terkenal dengan kata nisab Qusyairy. Sejak kecil, Abul Husain mempelajari pengetahuan tentang hadis-hadis di daerah Khurasan, Iraq, dan Hijaz dari ratusan ulama-ulama besar. Para ahli berpendapat beliaulah yang sejajar dengan Imam Bukhari dalam penthal hadis, sekalipun beliau murid Imam Bukhari. Kitab sahihnya adalah kitab yang paling rapi dalam sistem penyusunan dan kemurnian sanadnya. Dalam hal inilah sahih muslim melebihi sahih bukhari[10].
3.      Penjelasan Hadis
Islam adalah agama yang tidak pernah mengajarkan adanya pekerjaan sia-sia, sehingga tidak satu pekerjaan pun yang boleh dilakukan setengah hati. Setiap pekerjaan harus diselesaikan secara serius dengan metodologi dan orientasi yang jelas. Dalam islam , semua kerja (amal) memiliki nilai dan akan dicatat sebagai ibadah dihadapan Allah, karena pada hakikatnya nilai amal ibadah manusia kembali kepada si pemiliknya dan tergantung kepada niatnya.
Dalam hadis tersebut di atas, yang dimaksud hijrah ialah pindah dari Kota Mekah, yang waktu itu sebagai kota orang kafir, pindah ke Kota Madinah, kotanya orang-orang islam. Waktu itu hijrah adalah tindakan yang paling tepat, sebab Mekah didalam kekuasaan orang-orang musyrik, sehingga dengan hijrah itu memungkinkan orang islam menegakkan syi’ar islam dengan sempurna dan leluasa, mendengarkkan wahyu yang turun kepada Rasulullah saw. ketik umat islam menaklukan kota Mekah pada tahun kedelapan dan Mekah pun menjadi kota beriman, maka tidak diperlukan lagi hijrah.
Pada intinya hadis tersebut mengajak kita untuk mengerjakan berbagai urusan yang luhur lagi tinggi nilainya, menyuruh kita ikhlas dalam perbuatan, taat dan memerinthakna kita untuk berbakti pada agama, meskipun harus meninggalkan kampong halaman, harta kekayaan dan keluarga. Hadist itu juga menjelsakan bahwa sesungguhnya amal perbuatan itu tidak cukup dilihat dari segi lahirnya saja, bahkan yang mendorong melakukannya (niat) itulah yang mempunyai pengaruh besar da dalam penilaian tinggi rendahnya derajat serta mendapatkan imbalan atau siksa[11].
Karena itu tidak ada pekerjaan yang dilakukan tanpa niat dan perencanaan yang jelas. Niat dalam khazanah ilmu fiqh adalah disebut pemicu ruh dan inti ibadah. Niat menjadi tolak ukur diterima tidaknya ibadah seorang hamba. Suatu amal yang tidak didasari niat yang benar dianggap tidak bernilai. Sebab terdapat dua kemungkinan bagi seseorang yang mengerjakan suatu perbuatan. Pertama, ada orang yang mengerjakan suatu pekerjaan tanpa tujuan, tanpa aturan sebagaimana layaknya robot atau mesin. Kedua, ada yang melekukan suatu perbuatan dengan penuh kesadaran dan memiliki tujuan yang jelas. Niatlah yang akan mengantarkan seseorang agar memasuki kelompok kedua[12].

C.      Pelajaran Yang Bisa Diambil
Niat merupakan unsur yang sangat menentukan dalam keabsahan suatu amal ibadah dan menentukan keabsahan suatu ibadah dan beberapa jenis muamalah. Menurut istilahnya ialah kehendak hati untuk melakukan perbuatan tertentu untuk mencari keridhaan Allah dan meleksanakan hukumnya. Yang dikatakan niat menurut para fuqaha ialah sesuatu kehendak untuk melaksanakan sesuatu perbuatan berbarengan dengan pelaksanaannya.
Disepakati bahwa tempat niat adalah dalam hati dan dilakukan pada permulaan melakukan perbuatan untuk tujuan amal kebajikan. Niat berperan penting dalam ajaran islam, khususnya perbuatan yang berdasarkan perintah syara, atau menurut sebagian ulama,dalam perbuatan yang mengandung harapan untuk mendapatkan pahala dari Allah. Niat akan menentukan nilai, kualitas serta hasilnya, yakni pahala yang akan diperolehnya.
Orang yang berhijrah dengan niat ingin mendapat keuntungan dunia atau ingin mengawini seorang wanita, ia tidak akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Sebaliknya kalau orang hijrah karena ingin mendapat ridha Allah maka ia akan mendapatkannya, bahkan keuntungan dunia pun akan diraihnya[13].
Berkaitan dengan hadis tersebut, pelajaran yang dapat diambil anatara lain:
1.    Niat difungsikan untuk membedakan perbuatan-perbuatan yang semata-mata berdasarkan kebiasaan dengan perbuatan-perbuatan ibadah.
2.    Niat pada intinya dapat membedakan martabat, nilai ibadah dari perbuatan yang dilakukan oleh seseorang[14].
3.    Bahwa apa yang dilakukan oleh seseorang kadang tidak sesuai dengan harapan itu bisa karena faktor niat yang tidak ikhlas, atau bukan niat yang sebenarnya, misalnya melakukan ibadah lebih kepada dengan niatan riya/pamer.
4.    Allah akan melipatgandakan dari niat kebaikan yang dilaksanakan. Rasulullah saw bersabda, yang artinya: Dari Abbul Abbas, Abdullah Bin Abbas bin Abdul Muthalib ra, dari Rasulullah saw tentang hadis yang diriwayatkan dari Tuhannya, Allah Tabaroka Wata’ala (Maha berkah dan Maha luhur) berfirman: sesungguhnya Allah menetapkan beberapa kebaikan dan keburukan, kemudian Ia menetapkan yang demikian itu. Maka barang siapa yang berniat hendak melakukan kebaikan tetapi ia tidak jadi melakukannya, Allah tetap akan mencatatnya di sisi Nya satu kebaikan yang sempurna, dan jika ia berniat hendak melakukan satu kebaikan lalu ia jadi mengerjakannya, maka Allah mencatat sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat bahkan berlipat-lipat, dan jika ia berniat hendak melakukan kejahatan tapi tidak jadi dilaksanakan, maka Allah mencatatkan di sisi Nya satu kebaikan yang sempurna, tetapi jika ia berniat hendak mengerjakan satu kejahatan lalu jadi dilaksanakannya, maka Allah akan mencatatnya satu kejahatan[15].
5.    Orang yang meniatkan pekerjaannya untuk Allah dan Rasul, niscaya akan mendapatkan dua hasil yakni dunia dan akhirat, tapi sebaliknya seseorang yang meniatkan pekerjaannya hanya untuk dunia, niscaya dia akan mendapatkan imbalan dunianya saja.
6.    Niat mempunya pengaruh yang sangat luar biasa dalam amal/ibadah seseorang, dan menjadi syarat dari apa yang dikerjakan seseorang, hingga diterima atau  tidak amal tersebut.
7.    Niat menjadi landasan tercapai atau tidaknya sebuah harapan, karena niat itu sama halnya menjadi motivasi dari apa yang akan dikerjakan.
8.    Niat yang ikhlas akan menjadi pembela dan mendapatkan pengampunan dari Allah swat. Rasulullah saw bersabda, yang artinya: Niat yang benar (tulus) bergantung di arsay, apabila seorang hamba melaksanakan niatnya itu, maka arsy berguncang karenanya, lalu ia mendapat ampunan (Riwayat Al-Khatib melalui Ibnu Umar r.a[16].
9.    Para ulama sepakat bahwa niat adalah syarat mutlak agar suatu amal diganjar atau dibalas dengan pahala. Rasulullah saw bersabada: Amirul Mukminin, Abu Hafsh, Umar bin Khaththab r.a. berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Segala perbuatan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan (pahala) apa yang diniatkannya. Barangsiapa berhijrah (ke Madinah) untuk mencari ridha Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa berhijrah untuk mencari harta dunia atau untuk seorang perempuan yang hendak dinikahi, maka hijrahnya hanya untuk itu (tidak mendapatkan pahala di sisi Allah)’.” (Muttafaq alaihi)[17]. Namun, apakah niat merupakan syarat sahnya suatu amal atau perbuatan, Ulama Syafi’iyah menyebutkan, “Niat adalah syarat sahnya suatu amal atau perbuatan yang bersifat ‘pengantar’ seperti wudhu, dan yang bersifat ‘tujuan’ seperti shalat”. Ulama Hanafiyah menyebutkan, “Niat hanya syarat sahnya amal atau perbuatan yang bersifat ‘tujuan’, dan bukan ‘pengantar’.”





DAFTAR PUTAKA

Muri’ah Siti, Metode Pendidikan dan Pengajaran dalam Islam Perspektif al-
Zarnuji, Semarang: Rafi Sarana Perkasa, 2013.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ed
3. cet. 4, Jakarta: Balai Pustaka, 2007.

Kuraedah St.,Hadis Tarbawi, Kendari :Istana Profesional,2008.

Juwariyah, Hadis Tarbawi, Yogyakarta: Teras, 2010.

Ahnan Maftuh Asy, Kumpulan Hadits Terpilih Shahih Bukhari, Surabaya: Terbit
Terang, 2003.

Syafe’i Rachmat,Al-Hadis, Bandung:Pustaka Setia,2000.

M. Thalib,Butir-Butir Pendidikan Dalam Hadis, Surabaya:al-Ikhlas.

Sulaiman Noor PL, Hadis-Hadis Pilihan Kajian Tekstual dan Kontekstual,
Jakarta: Gaung Persada Press, 2010.

Noer Jefry,Shalat Yang Benar, Jakarta:Prenada Media,2006.

Sabiq Sayyid, Fiqih Sunah, Jilid I, terj. Ahmad Shidiq Thabrani dkk, Jakarta: Pena Pundi
Aksara, 2010.

Ahmad Sayyid Al-Hasyimi, Syarah Mukhtaarul Ahaadiits, Terj. Moch. Anwar
dkk, Bandung: Percetakan Sinar Baru Algesindo, 2007.


[1] Siti Muri’ah, Metode Pendidikan dan Pengajaran dalam Islam Perspektif al-Zarnuji, (Semarang: Rafi Sarana Perkasa, 2013), hlm 91.
[2] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ed 3. cet. 4, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm 782.
[3] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah, Jilid I, terj. Ahmad Shidiq Thabrani dkk, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2010), hlm 222
[4]St. Kuraedah,Hadis Tarbawi,(Kendari :Istana Profesional,2008), hlm.60
[5] Juwariyah, Hadis Tarbawi, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm 9.
[6] Maftuh Ahnan Asy, Kumpulan Hadits Terpilih Shahih Bukhari, (Surabaya: Terbit Terang, 2003), hlm 137.
[7]Rachnat Syafe’i, Al-Hadis,(Bandung:Pustaka Setia,2000), hlm.55-56
[8]M. Thalib,Butir-Butir Pendidikan Dalam Hadis,(Surabaya:al-Ikhlas), hlm.9
[9] Noor Sulaiman PL, Hadis-Hadis Pilihan Kajian Tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010), hlm 47.
[10] Ibid
[11] Noor Sulaiman PL, Hadis-Hadis Pilihan Kajian Tekstual dan Kontekstual,.., hlm 46
[12] Jefry Noer,Shalat Yang Benar,(Jakarta:Prenada Media,2006), hlm. 3
[13]Syafe’I,Al-Hadis…,hlm.56-57
[14]Kuraedah,…hlm.61
[15] Maftun Ahnan Asy, Kumpulan Hadis Terpilih Sahih Bukhari,…hlm 143
[16] Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Syarah Mukhtaarul Ahaadiits, Terj. Moch. Anwar dkk, (Bandung: Percetakan Sinar Baru Algesindo, 2007), hlm 919.
[17] Maftuh Ahnan Asy, Kumpulan Hadits Terpilih Shahih Bukhari,…hlm 138
Hakikat Niat dan Pengertiannya 4.5 5 Unknown Thursday, 28 May 2015 Hakikat Niat BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Dalam kehidupan, kadang umat manusia cenderung lebih banyak mengeluh, lebih-lebih k...


No comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.