ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENETAPAN
PROFIT MARGIN PADA PRODUK PEMBIAYAAN MURABAHAH
A.
Latar Belakang Masalah
Ekonomi
konvensional telah menjadikan uang sebagai komoditas, sehingga keberadaan uang
saat ini lebih banyak diperdagangkan dari pada digunakan sebagai alat tukar
dalam perdagangan. Lembaga perbankan konvensional juga menjadikan uang sebagai
komoditas dalam proses pemberian kredit. Instrumen yang digunakan adalah bunga (interest).
Uang yang memakai instrumen bunga telah menjadi lahan spekulasi bagi banyak
orang di muka bumi ini. Kesalahan konsepsi itu berakibat fatal terhadap krisis
hebat dalam perekonomian sepanjang sejarah, khususnya sejak awal abad 20 sampai
sekarang. Ekonomi berbagai negara di belahan bumi ini tidak pernah lepas dari
terpaan krisis dan ancaman krisis berikutnya pasti akan terjadi lagi.
Islam
memandang uang hanya sebagai alat tukar (medium of exchange), bukan
sebagai barang dagangan (komoditas) yang diperjual belikan. Ketentuan ini telah
banyak dibahas ulama seperi Ibnu Taymiyah, Al-Ghazali, Al-Maqrizi, Ibnu Khaldun
dan lain-lain. Hal dipertegas lagi Choudhury dalam bukunya “Money in Islam:
a Study in Islamic Political Economy”, bahwa konsep uang tidak
diperkenankan untuk diaplikasikan pada komoditi, sebab dapat merusak kestabilan
moneter sebuah negara.
Islam tidak
mengenal adanya system money demand for speculation, karena spekulasi
tidak diperbolehkan. Islam menjadikan harta sebagai obyek zakat. Uang
adalah milik masyarakat, sehingga menimbun uang dan tidak menggunakannya untuk
kegiatan produktif adalah dilarang, karena hal itu berarti mengurangi jumlah
uang yang beredar di masyarakat. Dalam pandangan Islam, uang adalah flow
concept, oleh karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian. Semakin
cepat uang berputar dalam perekonomian, maka akan semakin tinggi tingkat pendapatan
masyarakat dan semakin baik perekonomian. (www.syariahlife.com)
Bagi mereka
yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam menganjurkan untuk melakukan
investasi dengan prinsip Musyarakah atau Mudharabah, yaitu bisnis
dengan bagi hasil. Bila tidak ingin mengambil resiko karena ber-musyarakah
atau ber-mudharabah, maka Islam sangat menganjurkan untuk melakukan Qard
yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apapun karena meminjamkan uang untuk
memperoleh imbalan adalah riba.
Motif
permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand
for transaction), bukan untuk spekulasi. Islam juga sangat menganjurkan
penggunaan uang dalam pertukaran, karena Rasulullah telah menyadari kelemahan
dari salah satu bentuk pertukaran di zaman dahulu yaitu barter (bai’ al
muqayyadah), di mana barang saling dipertukarkan. Rasulullah Saw juga
menyadari akan kesulitan-kesulitan dan kelemahan – kelemahan akan sistem
pertukaran ini, lalu beliau ingin menggantinya dengan sistem pertukaran melalui
uang, oleh karena itu beliau menekankan kepada para sahabat untuk menggunakan
uang dalam transaksi-transaksi mereka.
Islam juga
tidak mengenal konsep time value of money, tetapi Islam mengenal konsep economic
value of time yang artinya bahwa yang bernilai adalah waktunya itu sendiri.
Islam memperbolehkan pendapatan harga tangguh bayar lebih tinggi dari pada
bayar tunai. Yang lebih menarik adalah dibolehkannya penetapan harga tangguh
yang lebih tinggi itu sama sekali bukan disebabkan time value of money,
namun karena semata-mata karena ditahannya aksi penjualan barang.
Berkat
perjuangan panjang yang tak kenal lelah, kehadiran lembaga keuangan berasaskan
syariah Islam mulai mendapatkan tempat di Indonesia sejak sekitar awal tahun
1990an. Lebih jauh dari itu, perkembangan selanjutnya, secara kelembagaan
terjadi variasi yang disebabkan oleh adanya hambatan ketentuan yuridis formal,
sementara gairah dan usaha mengembangkan ekonomi syariah terutama di kalangan
bawah cukup tinggi, maka lahirlah variasi baru yang lazim dikenal dengan Baitul
Maal wa at-Tamwil atau biasa disingkat dengan BMT.
Terjadinya
pertumbuhan kuantitas yang relatif cepat dalam lembaga keuangan Islam yang
berbentuk BMT tidak diimbangi dengan bukti nyata yang mengindikasikan bahwa
jumlah tersebut memang riil, dalam artian bahwa semua BMT yang tercatat
tersebut berjalan dengan baik dan lancar. Sebaliknya justru ada kesan bahwa
sebagian besar BMT tersebut tidak jelas eksistensinya, apalagi kemajuannya.
Keberadaan
perbankan syariah di tengah-tengah aktivitas perekonomian sebagai alternatif
dari perbankan konvensional merupakan suatu hal yang cukup positif. Masyarakat
muslim telah mendapatkan solusi atas permasalahan yang terkait dengan fatwa MUI
tentang pengharaman bunga bank. Perbankan syariah juga menjanjikan suatu sistem
operasional yang lebih adil khususnya yang ada pada sistem profit loss sharing
(bagi hasil) seperti yang ada pada sistem Mudharabah dan sistem Musyarakah.
Namun di dalam perjalanannya produk pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah
ini masih ter-marginalkan (tersisihkan), dan yang muncul ke permukaan
adalah produk jual beli ‘mark up’ seperti murabahah yang tentunya
masih dikhawatirkan publik sebagai upaya yang belum maksimal yang dijalankan
oleh perbankan syariah.
Pembiayaan murabahah
sampai saat ini masih merupakan pembiayaan yang dominan bagi perbankan syari’ah
di dunia, tetapi banyak kritikan dilontarkan pada bank syari’ah dalam masalah
penetapan margin keuntungan. Hal ini dikarenakan produk pembiayaan murabahah
merupakan produk yang mirip dengan produk pembiayaan kredit berbunga flat
pada bank konvensional.
Akad murabahah
merupakan akad jual beli barang pada harga pokok dengan tambahan keuntungan
yang disepakati, akibat transaksi jual beli murabahah menyebabkan
timbulnya piutang murabahah. Karena adanya penangguhan pembayaran ini
menimbulkan kesan bahwa pembiayaan murabahah tidak berbeda dengan
pemberian kredit berbunga oleh bank konvensional. Di dalam debt financing
(pembiayaan hutang) bank konvensional ada beberapa unsur seperti adanya pre
fixed interest (bunga) yang ditetapkan di awal peminjaman, bunga tersebut
muncul akibat dari penundaan pembayaran dan wujudnya spekulasi. Kalau dalam
konvensional ada pre-fixed interest, maka di dalam murabahah ada pre-fixed
profit (suatu penetapan tambahan), dan penambahan itu juga disebabkan
karena adanya unsur penundaan pembayaran. Unsur spekulasi terhadap perubahan base
landing rate (suku bunga) telah dihilangkan dengan memakai fixed rate (nilai
mark up yang tetap).
Berdasarkan
uraian di atas dan mengingat betapa pentingnya suatu proses penetapan profit
margin pada produk murabahah bank syariah, maka dirasa perlu penulis
mengadakan penelitian dengan mengambil judul ”Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penetapan Profit Margin pada Produk Pembiayaan Murabahah (Studi
Kasus pada Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah Malang dan BMT Ahmad
Yani Malang)”
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian dan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
- Apakah faktor Cost of Fund,
Overhead Cost dan Risk Cost berpengaruh terhadap penetapan profit
margin produk pembiayaan murabahah pada Koperasi Agro Niaga
Indonesia (KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang?
- Di antara ketiga faktor di
atas, manakah yang berpengaruh secara dominan terhadap penetapan profit
margin produk pembiayaan murabahah pada Koperasi Agro Niaga
Indonesia (KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang?
C.
Batasan Penelitian
Penelitian
diharapkan tetap dalam lingkup pembahasan dan analisis yang dilakukan jelas,
oleh karena itu perlu dilakukan pembatasan ruang lingkup dan pembahasan dalam
penelitian. Adapun batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Faktor-faktor yang dianalisis
dibatasi pada data laporan keuangan tahun 2005 sampai 2007.
- Aspek yang dianalisis meliputi Cost
of Fund, Overhead Cost, dan Risk Cost.
D.
Tujuan dan
Kegunaan Penelitian
- Tujuan dari penelitian ini
adalah :
- Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan profit margin
produk pembiayaan murabahah pada Koperasi Agro Niaga Indonesia
(KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang
- Untuk
mengetahui faktor yang paling berpengaruh dalam penetapan profit
margin produk pembiayaan murabahah pada Koperasi Agro Niaga
Indonesia (KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang
- Kegunaan Penelitian
- Bagi Lembaga
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam
mengambil keputusan terkait dengan produk pembiayaan murabahah di masa
yang akan datang.
- Bagi nasabah dan calon nasabah
Bagi nasabah
berguna untuk mengetahui lebih jauh bagaimana operasional lembga keuangan
syariah dalam menetapkan profit margin pada produk pembiayaan murabahah-nya.
- Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai
bahan referensi, tambahan wawasan serta pengetahuan dalam penelitian
selanjutnya.
- E.
Tinjauan Pustaka
- Penelitian Terdahulu
Penelitian
terdahulu diambil dari thesis yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Margin Pembiayaan Murabahah (Studi Kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia) “
oleh Adi Nugroho. Berdasarkan dari analisis hasil penelitian dan pembahasan yang
dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor biaya overhead, dan
bagi hasil Dana Pihak Ketiga (DPK) secara signifikan mempengaruhi margin
murabahah, sedangkan volume pembiayaan murabahah dan profit
target tidak berpengaruh terhadap margin pembiayaan murabahah
walaupun terdapat korelasi.
Persamaan
dengan penelitian sekarang yaitu sama-sama mengangkat topik tentang penetapan profit
margin pada produk pembiayaan murabahah. Perbedaan penelitian yang
sekarang dengan penelitian yang terdahulu terletak pada objek penelitian, jika
peneliti terdahulu pada Bank Muamalat Indonesia, objek peneliti sekarang adalah
Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah dan Baitul Maal wa Tamwil
(BMT) Ahmad Yani, serta faktor yang diteliti pada penelitian sekarang yaitu cost
of fund,biaya overhead, dan risk cost sedangkan penelitian
terdahulu faktor yang diteliti adalah biaya overhead, volume pembiayaan murabahah,
profit target dan bagi hasil dana pihak ketiga.
- Landasan Teori
- a.
Baitul Maal wat Tamwil
Baitul Mal
wat Tamwil (BMT)
adalah sebuah lembaga keuangan yang berbadan hukum koperasi simpan pinjam. Di
Indonesia lembaga ini belakangan populer seiring dengan semangat umat Islam
untuk mencari model ekonomi alternatif pasca krisis ekonomi tahun 1997.
Kemunculan BMT merupakan usaha sadar untuk memberdayakan ekonomi masyarakat.
Konsep ini mengacu pada definisi baitul maal pada masa kejayaan Islam,
terutama pada masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M). Dalam bahasa Arab “bait”
berarti rumah, dan “maal” yang berarti harta: rumah untuk mengumpulkan
atau menyimpan harta. Waktu itu dikenal istilah “diwan” yakni tempat
atau kantor yang digunakan oleh para penulis katakanlah sekretaris baitul
mal untuk bekerja dan menyimpan arsip-arsip keuangan.
Searah
dengan perubahan zaman, perubahan tata ekonomi dan perdagangan, konsep baitul
mal yang sederhana itu pun berubah, tidak sebatas menerima dan menyalurkan
harta tetapi juga mengelolanya secara lebih produktif untuk memberdayakan
perekonomian masyarakat. Penerimaannya juga tidak terbatas pada zakat, infak
dan shodaqoh, juga tidak mungkin lagi dari berbagai bentuk harta yang
diperoleh dari peperangan. Lagi pula peran pemberdayaan perekonomian tidak
hanya dikerjakan oleh negara. Beberapa organisasi, intansi atau perorangan yang
menaruh perhatian pada sejarah Islam kemudian mengambil konsep baitul mal
ini dan memperluasnya dengan menambah ”baitut tamwil” yang berarti rumah
untuk menguangkan uang. Menjadilah baitul mal wat tamwil (BMT).
- Bank Syariah
Bank Islam
atau dikenal sebagai bank syariah mulai lahir dan dikenal dikalangan masyarakat
Indonesia sekitar tahun 1990-an, yaitu setelah adanya Peraturan Pemerintah
No.72 Tahun 1992, yang kemudian dipertegas dengan Undang-Undang No.10 tahun
1998 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, pasal 1 ayat 3, disebutkan bahwa, “Bank Umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”
Dalam
beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama
dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang
digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan lain sebagainya. Perbedaan pokok
antara perbankan Syariah dengan perbankan konvensional adalah adanya larangan
riba(bunga) bagi perbankan syariah. Dengan kata lain, perbedaan pokoknya
menyangkut kontraprestasi yang diberikan oleh kedua belah pihak (pihak bank dan
nasabah).
- Prinsip Operasional Bank
Syariah
Secara garis
besar, menurut Muhammad (2002:84) hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam
tersebut ditentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari lima konsep dasar
akad.
1)
Prinsip Simpanan Murni (al-Wadi’ah)
Merupakan
fasilitas yang diberikan oleh Bank Islam untuk memberikan kesempatan kepada
pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-Wadi’ah.
Fasilitas al-Wadi’ah biasa diberikan untuk tujuan investasi guna
mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia
perbankan konvensional al-Wadia’ah identik dengan giro.
2)
Bagi Hasil (Syirkah)
Sistem ini
adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara
penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi
antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan
prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh lagi,
prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar untuk produk
pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah
lebih banyak untuk pembiayaan.
3)
Prinsip Jual-Beli (at-Tijarah)
Prinsip ini
merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, di mana bank akan
membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai
agen bank yang melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual
barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah
keuntungan (margin).
4)
Prinsip Sewa (al-Ijarah)
Prinsip ini
secara garis besar terbagi menjadi dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni,
seperti halnya pennyewaan traktor dan alat-alat produksi lainnya (operating
lease). Dalam teknis perbankan, Bank dapat membeli dahulu equipment
yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu yang telah disepakati
kepada nasabah. (2) Baiat takjiri atau Ijarah at muntahiya bit tamlik
merupakan penggabungan sewa dan beli, di mana si penyewa mempunyai hak untuk
mmemiliki barang pada akhir masa sewa (financial lease).
5)
Prinsip Jasa (al-Ajr walumullah)
Prinsip ini
meliputi seluruh layanan non pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang
berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring, Inkaso, Jasa
Transfer, dll. Secara syariah prinsip ini didasarkan pada konsep al ajr
walumullah.
- Penghimpunan Dana Bank Syariah
1)
Titipan
Salah satu
prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan
menggunakan prinsip titipan (Syafi’i, 2001:148). Adapun akad yang sesuai dengan
prinsip ini ialah al-wadi’ah. Al-wadi’ah merupakan titipan murni
yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki.
Secara umum
terdapat dua jenis wadi’ah : wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah
yad adh-dhamanah.
a)
Wadi’ah Yad al-Amanah (Trustee Depository)
Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik
sebagai berikut:
i)
Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh
penerima titipan.
ii)
Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan
berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya.
iii)
Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya
kepada yang menitipkan.
iv)
Mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh
penerima titipan, aplikasi perbankan yang memungkinkan unuk jenis ini adalah
jasa penitipan atau safe deposit box.
b)
Wadi’ah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository)
Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik
berikut ini :
i)
Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang
menerima titipan.
ii)
Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat
menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi penerima
titipan untuk memberikan hasil pemanfaatan kepada si penitip.
iii)
Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini yaitu giro dan tabungan.
iv)
Bank konvensional memberikan jasa giro sebagai imbalan yang dihitung
berdasarkan persentase yang telah ditetapkan. Adapun pada bank syariah,
pemberian bonus (semacam jasa giro) tidak boleh disebutkan dalam kontrak
ataupun dijanjikan dalam akad, tetapi benar-benar pemberian sepihak sebagai
tanda terima kasih dari pihak bank.
v)
Jumlah pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan manajemen bank syariah
karena pada prinsipnya dalam akad ini penekanannya adalah titipan.
vi)
Produk tabungan juga dapat menggunakan akad wadi’ah karena pada
prinsipnya tabungan mirip dengan giro, yaitu simpanan yang bisa diambil setiap
saat. Perbedaannya, tabungan tidak dapat ditarik dengan cek atau alat lain yang
dipersamakan.
2)
Investasi
Menurut
Syafi’i (2001:150) prinsip lain yang digunakan dalam penghimpunan dana yang
dilakukan oleh bank syariah adalah prinsip investasi. Akad yang sesuai dengan
prinsip ini adalah akad mudharabah. Tujuan dari mudharabah adalah
kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib)
dalam hal ini adalah pihak bank.
Secara garis
besar, mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut:
a)
Mudharabah Muthlaqah (General Investment) yang memiliki
karakteristik:
i)
Shahibul maal tidak memberikan batasan-batasan (restriction) atas
dana yang diinvestasikannya. Mudharib diberi wewenang penuh untuk
mengelola dana tersebut tanpa terikat waktu, tempat, jenis usaha, dan jenis
pelayanannya.
ii)
Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini ialah time deposit biasa
b)
Mudharabah Muqayyadah, memiliki karakteristik:
i)
Shahibul maal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib
hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan yang diberikan oleh shahibul
maal. Misalnya, hanya untuk jenis usaha tertentu saja, waktu tertentu, dan
lain-lain.
ii)
Aplikasi perbankan yangg sesuai dengan akad ini ialah special investment.
- Pembiayaan Bank Syariah
Menurut
Dahlan (2005:423) bentuk penyaluran dana atau pembiayaan yang dilakukan Bank
Syariah dalam melaksanakan operasinya secara garis besar dapat dibedakan ke
dalam empat kelompok, yaitu:
1)
Prisinp Jual Beli (Bai’)
Dalam
penerapan prinsip syariah terdapat tiga jenis prinsip jual beli (bai’)
yang banyak dikembangkan oleh perbankan syariah dalam kegiatan pembiayaan modal
kerja dan produksi, yaitu sebagai berikut:
a)
Bai’ al Murabahah
Bai’
al-murabahah pada
dasarnya adalah transaksi jual beli barang dengan tambahan keuntungan yang
disepakati. Untuk memenuhi kebutuhan barang oleh nasabahnya, bank membeli
barang dari supplier sesuai dengan spesifikasi barang yang dipesan atau
dibutuhkan nasabah, kemudian bank menjual kembali barang tersebut kepada nasabah
dengan memperoleh marjin keuntungan yang disepakati. Nasabah sebagai pembeli
dalam hal ini dapat memilih jenis transaksi tunai, cicilan, atau tangguhan.
Umumnya, nasabah memilih metode pembayaran secara cicilan.
b)
Bai’ as-Salam
Bai’
as-salam adalah
pembelian suatu barang yang penyerahannya (delivery) dilakukan kemudian
hari sedangkan pembayarannya dilaksanakan di muka secara tunai. Bai’
as-salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada pembiayaan berjangka
pendek untuk produksi agribisnis atau hasil pertanian atau industri lainnya.
Barang yang dibeli harus diketahui secara jelas jenis, macam, ukuran, mutu dan
jumlahnya. Harga jual yang disepakati harus dicantumkan dalam akad dan tidak
boleh berubah selama berlakunya akad.
c)
Bai’ al-Istishna
Bai’
al-istishna pada
dasarnya merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang dengan
pembayaran di muka, baik dilakukan dengan cara tunai, cicilan, atau
ditangguhkan. Prinsip bai’ al-istishna ini menyerupai bai’ as-salam,
namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan dimuka, dicicil atau
ditangguhkan. Sementara dalam bai’ as-salam dilakukan secara tunai.
2)
Prinsip Bagi Hasil
Prinsip
kedua dalam penyaluran dana adalah prinsip Bagi Hasil. Bagi hasil atau profit
sharing dalam perbankan berdasarkan prinsip syariah terdiri dari al-Mudharabah
dan al-Musyarakah.
a)
Al-Mudharabah
Al-mudharabah sebagai suatu perjanjian kerja sama
antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik modal atau shahibul maal)
menyediakan seluruh kebutuhan modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib).
Prinsip al-mudharabah dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu al-mudharabah
muthlaqah dan al-mudharabah muqayyadah.
i)
Al-Mudharabah Muthlaqah
Al-mudharabah
muthlaqah merupakan
bentuk mudharabah antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib,
di mana shahibul maal memberikan hak atau kekuasaan yang sangat besar
kepada mudharib untuk melakukan bisnis.
ii)
Al-Mudharabah Muqayyadah
Jenis al-mudharabah
muqayyadah ini sangat berbeda dengan al-mudharabah muthlaqah. Sifat
kontrak kerjasama antara shahibul maal dan mudharib memberikan
batasan kepada mudharib dalam melaksanakan bisnisnya misalnya pembatasan
mengenai segmen usaha atau lokasi usaha yang boleh dilaksanakan dan lain
sebagainya, yang diatur dalam akad perjanjian kerja sama.
iii)
Al-Musyarakah
Al-Musyarakah secara singkat namun jelas yaitu
akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau keahlian dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
3)
Prinsip Sewa Menyewa
a)
Al-Ijarah
Al-ijarah adalah perjanjian pemindahan hak
guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa dengan membayar sewa untuk jangka
waktu tertentu tanpa diikuti pemindahan hak kepemilikan atas barang tersebut.
Bank Indonesia mendefinisikan ijarah sebagai perjanjian sewa menyewa
suatu baranag dalam kurun waktu tertentu melalui pembayarann sewa.
b)
Al-Ijarah Al-Muntahiya Bit-tamlik
Ijarah
Muntahiya Bit-tamlik adalah akad
atau perjanjian yang merupakan kombinasi antara jual beli dan sewa menyewa
suatu barang
Antara bank
dengan nasabah di mana nasabah (penyewa) diberi hak untuk membeli obyek sewa
pada akhir akad.
4)
Prisip Pinjam Meminjam Berdasarkan Al-Qardh
Prinsip
keempat dalam penyaluran dana Bank Syariah yaitu prinsip pinjam meminjam
berdasarkan qardh. Bank Indonesia mendefinisikan Al-Qardh sebagai
penyediaan dana atau tagihan antara Bank Syariah dengan pihak peminjam yang
mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau secara cicilan
dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, qardh berarti meminjamkan
tanpa mengharapkan imbalan.
- Penyaluran Jasa Bank Syariah
Menurut
Syafi’i (2003:120) penyaluran jasa bank syariah dibagi menjadi:
1)
Al-Wakalah
Wakalah atau wikalah yang berarti
penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Al-wakalah adalah
pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang diwakilkan.
2)
Al-Kafalah
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan
oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban
pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga
berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada
tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
3)
Al-Hawalah
Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang
yang berutang kepad orang lain yang wajib menanggungnya.
4)
Ar-Rahn
Ar-rahn adalah menahan salah satu harta
milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Secara
sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau
gadai.
5)
Al-Qardh
Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang
lain yang dapat ditagih atau diminta kembali, dengan kata lain meminjamkan
tanpa mengharap imbalan.
- Pembiayaan Murabahah
1)
Pengertian Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan murabahah
merupakan bentuk pembiayaan berprinsip jual beli yang pada dasarnya merupakan penjualan
dengan keuntungan (margin) tertentu yang ditambahkan diatas biaya
perolehan, di mana pelunasannya dapat dilakukan secara tunai maupun angsuran
(Yumanita, 2005:27).
Murabahah adalah suatu pembiayaan dengan akad
jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati,
dimana penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan
suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya (Antonio, 2004:101).
Bank-bank
Islam mengambil murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka pendek
kepada kliennya untuk membeli barang walaupun klien tersebut mungkin tidak
memiliki uang tunai untuk membayar. Murabahah, sebagaimana digunakan
dalam perbankan Islam, ditemukan terutama berdasarkan dua unsur, yaitu yang
pertama adalah harga beli dan biaya yang terkait, dan yang kedua adalah
kesepakatan berdasarkan mark-up (keuntungan) (Saeed, 2003:138).
Adapun
kelebihan kontrak murabahah (pembayaran yang ditunda) menurut Saeed
(2003:139) adalah sebagai berikut :
a)
Pembeli mengetahui semua biaya yang semestinya, serta mengetahui harga pokok
barang dan keuntungan (mark-up) yang diartikan sebagai prosentase harga
keseluruhan dan ditambah biaya-biayanya.
b)
Subyek penjualan adalah barang atau komoditas.
c)
Subyek penjualan hendaknya memiliki penjual dan dimiliki olehnyadan ia
hendaknya mampu mengirimkannya kepada pembeli
d)
Pembayaran yang ditunda
Bank-bank
Islam pada umumnya menggunakan murabahah sebagai metode utama
pembiayaan, yang merupakan hampir tujuh puluh lima persen dari asetnya.
Beberapa alasan diberikan popularitas murabahah dalam pelaksanaan
investasi perbankan Islam di antaranya :
a)
Murabahah adalah mekanisme penanaman modal jangka pendek jika
dibandingkan dengan pembiayaan mudharabah atau musyarakah
b)
Mark-up dalam murabahah dapat ditetapkan dengan cara menjamin
bahwa bank mampu mengembalikan dibandingkan dengan bank-bank yang beroperasi
dengan system bunga, di mana bank-bank Islam sangat kompetitif.
c)
Murabahah menghindari ketidakpastian yang dilekatkan dengan perolehan
usaha berdasarkan system profit and loss sharing.
d)
Murabahah tidak mengijinkan bank Islam untuk turut campur dalam
manajemen bisnis karena bank bukanlah partner dengan klien tetapi hubungan
mereka adalah hubungan keditur dengan debitur.
Gambar 2
Proses Pembiayaan Murabahah
Sumber :
Yumanita (2005:28)
Pembiayaan murabahah
merupakan salah satu jenis pembiayaan yang terdapat pada perbankan syariah yang
mempunyai beberapa syarat, antara lain:
a)
Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
b)
Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
c)
Kontrak harus bebas dari riba.
d)
Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah
pembelian.
e)
Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya
jika pembelian dilakukan secara utang.
Secara
prinsip, jika syarat dalam (a), (d), dan (e) tidak dipenuhi, pembeli memiliki
pilihan :
a)
Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.
b)
Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual.
c)
Membatalkan kontrak.
Sedangkan
ketentuan umum murabahah dalam perbankan syariah dalam Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan No.59:
Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan
atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan
pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.
Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat
mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya.
Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan
pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai
penjual) dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai
sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban
penjual (bank) dan penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.
Pembayaran murabahah
dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu, dalam murabahah
juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk cara pembayaran yang
berbeda.
Bank dapat
memberikan potongan apabila nasabah:
i)
mempercepat pembayaran cicilan; atau
ii)
melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo.
Harga yang
disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus
diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka potongan itu
merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka
pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam
akad.
Bank dapat
meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain
dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank.
Bank dapat
meminta kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada saat akad
apabila kedua belah pihak bersepakat. Urbun menjadi bagian pelunasan
piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi
apabila murabahah batal, urbun dikembalikan kepada nasabah
setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu
lebih kecil dari kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan dari nasabah.
Apabila
nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang
diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa
nasabah tidak mampu melunasi. Denda diterapkan bagi nasabah mampu yang menunda
pembayaran. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk
membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai
dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda
diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).
Transaksi
murabahah memiliki beberapa manfaat dan resiko yang harus diantisipasi
sesuai dengan sifat bisnisnya (tijarah). Salah satu manfaatnya
adalah keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga
jual kepada nasabah. Selain itu, sistem pembiayaan murabahah sangatlah
sederhana, di mana hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank
syariah.
- Penetapan Harga dan Profit
Margin
Harga
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan memegang peranan penting dalam
menetapkan profit margin pembiayaan murabahah pada
perbankan syari’ah. Karena Murabahah merupakan akad jual beli barang
dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli. Sehingga tingkat margin keuntungan
yang ditetapkan perusahaan akan berpengaruh pada harga sebuah produk yang
ditawarkan kepada nasabah.
1)
Metode-metode Penentuan Harga Jual dan Profit Margin
Menurut
Muhammad, ada beberapa metode penentuan profit margin yang dapat
diterapkan dalam pembiayaan di bank syariah di antaranya:
a)
Penerapan Mark-up Pricing untuk Pembiayaan Syariah
Jika bank
syariah hendak menerapkan metode mark-up pricing, metode ini hanya tepat
jika digunakan untuk pembiayaan yang sumber dananya dari Restricted
Investment Account (RIA) atau Mudharabah Muqayyadah sebab akad mudharabah
muqayyadah adalah akad di mana pemilik dana menuntut adanya kepastian hasil
dari modal yang diinvestasikan.
b)
Penerapan Target Return Pricing untuk Pembiayaan Syariah
Bank syariah
beroperasi dengan tidak menggunakan bunga. Mekanisme operasional dalam
memperoleh pendapatan dapat dihasilkan berdasarkan klasifikasi akad, yaitu akad
yang menghasilkan keuntungan secara pasti, disebut natural certainty
contract, dan akad yang menghasilkan keuntungan yang tidak pasti, disebut natural
uncertainty contract.
Jika
pembiayaan dilakukan dengan akad natural certainty contract, maka metode
yang digunakan adalah required profit rate (rpr):
r p r = n.v
di mana n:
tingkat keuntungan dalam transaksi tunai
v: jumlah
transaksi dalam satu periode
Jika
pembiayaan dilakukan dengan akad natural uncertainty contract, maka
metode yang digunakan adalah expected profit rate (epr)
epr
diperoleh berdasarkan:
i)
Tingkat keuntungan rata-rata pada industri sejenis
ii)
Pertumbuhan ekonomi
iii)
Dihitung dari nilai rpr yang berlaku di bank yang bersangkutan
Perhitungannya:
Nisbah bank
= e p r / expected return bisnis yang dibiayai*100%
Actual
return bank =
nisbah bank + actual return bisnis
2)
Penetapan Margin Keuntungan Bank Syariah
Bank syariah
menerapkan margin keuntungan terhadap produk-produk pembiayaan yang
berbasis Natural Certainty Contracts (NCC), yakni akad bisnis yang
memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount), maupun
waktu (timing), seperti pembiayaan murabahah, ijarah, salam dan
istishna’. Referensi margin keuntungan pada bank syari’ah adalah margin
keuntungan yang ditetapkan dalam rapat ALCO Bank Syari’ah.
Asset/
Liability Management Committee (ALCO). Organisasi dari fungsi ALCO di bank yang
kecil dapat terdiri dari Direktur Utama dan beberapa manajer kunci yang aktif
dalam keputusan-keputusan kredit, investasi dan pasar uang. Di dalam bank yang
lebih besar, ALCO dapat terdiri dari para manajer pos-pos utama dari neraca,
Direktur Utama, Kepala Bagian Keuangan dan Akunting, Kepala Divisi Kredit,
Manajer Investasi, Kepala Bagian Deposit dan fungsi liabilitas, ekonom
dan supervisi kebijakan kredit. Tanggung jawab ALCO biasanya meliputi pemberian
arahan umum mengenai penguasaan dan pengalokasian dana-dana untuk memaksimumkan
pendapatan, dan memastikan permintaan dan sumber dana.
Dengan
demikian ALCO mempunyai akses kepada liabilitas dan strategi pricing atas
pinjaman, membangun praktek penguasaan dana-dana dan pilihan untuk
pengalokasian pinjaman, memantau spread, distribusi asset/ liabilitas,
jangka waktu, bagaimana dealing dengan secondary reserve untuk
kegiatan Pasar Uang, me-review variasi anggaran, dan yang paling penting
adalah menyusun action plan berdasarkan sebab-sebab terjadinya variasi.
Secara umum, tanggung jawab ALCO adalah mengelola posisi dan alokasi dana-dana
bank agar tersedia likuiditas yang cukup, memaksimalkan profitabilitas
dan meminimalkan resiko. Penetapan margin keuntungan pembiayaan
berdasarkan rekomendasi, usul dan saran dari Tim ALCO Bank Syari’ah, dengan
mempertimbangkan beberapa hal berikut:[1]
a)
Direct Competitor’s Market Rate (DCMR)
Yang
dimaksudkan dengan Direct Competitor’s Market Rate (DCMR) adalah tingkat
margin keuntungan rata-rata perbankan syari’ah, atau tingkat margin
keuntungan rata-rata beberapa bank syari’ah yang ditetapkan dalam rapat ALCO
sebagai kelompok competitor langsung, atau tingkat margin
keuntungan bank syari’ah tertentu yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai Competitor
langsung terdekat.
b)
Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR)
Yang
dimaksud dengan Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR) adalah tingkat
suku bunga rata-rata perbankan konvensional, atau tingkat rata-rata suku bunga
beberapa bank konvensional yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai kelompok competitor
tidak langsung, atau tingkat rata-rata suku bunga bank konvensional
tertentu yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai competitor tidak
langsung yang terdekat.
c)
Expected Competitive Return for Investors (ECRI)
Yang
dimaksud Expected Competitive Return for Investors (ECRI) adalah target
bagi hasil competitive yang diharapkan dapat diberikan kepada dana pihak
ketiga.
d)
Acquiring Cost
Yang
dimaksud Acquiring Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang
langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
e)
Overhead Cost
Yang
dimaksud Overhead Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang
tidak langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
Overhead
Cost = Total
biaya (di luar biaya dana x 100%
.
Total earningassets (total
aktiva produktif)
(Karim,
2004:254).
Penetapan
Harga Jual Produk Pembiayaan Syariah
Setelah
memperoleh referensi margin keuntungan, bank melakukan penetapan harga
jual. Harga jual adalah penjumlahan harga beli/ harga pokok/ harga perolehan
bank dan margin keuntungan.
|
||||
|
||||
+
= Harga Jual
Perlu
diketahui, bahwa harga jual produk pembiayaan murabahah ini tidak fixed,
tetapi bisa dinegosiasikan dengan debitur yaitu dengan melihat kemampuan dari
debitur itu sendiri.
3)
Penetapan Harga Jual Murabahah yang Efisien
Bank-bank
syariah pada umumnya pada telah menggunakan murabahah sebagai model
pembiayaan yang utama. Praktik pada bank syariah Indonesia, portofolio
pembiayaan murabahah mencapai 70-80%. Kondisi demikian ini tidak hanya
di Indonesia, namun juga terjadi pada bank-bank syariah, seperti di Malaysia
dan Pakistan.
Dengan
penetapan margin keuntungan murabahah yang tinggi, secara tidak langsung
akan dapat menyebabkan inflasi yang lebih besar daripada yang disebabkan oleh
suku bunga. Oleh karena itu, perlu dicari format atau formula yang tepat, agar
nilai penjualan dengan murabahah tidak mengacu pada sikap mengantisipasi
kenaikan suku bunga selama masa pembayaran cicilan. Karena, mengkaitkan margin
keuntungan murabahah dengan perbankan konvensional, baik di atasnya
maupun dibawahnya, tetaplah bukan cara yang baik.
Sebaiknya,
penetapan harga jual murabahah dapat dilakukan dengan cara Rasulullah
ketika berdagang. Dalam menentukan harga penjualan, Rasul secara transparan
menjelaskan berapa harga belinya, berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk
setiap komoditas dan berapa keuntungan wajar yang diingankan. Cara yang dilakukan
oleh Rasulullah ini dapat dipakai sebagi salah satu metode bank syariah dalam
menetukan harga jual produk murabahah. Dengan demikian, secara matematis harga
jual barang oleh bank kepada calon nasabah pembiayaan murabahah dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Harga Jual
Bank = Harga Beli Bank + Cost Recovery + Keuntungan
Cost
Recovery = Proyeksi
Biaya Operasi : Target Volume Pembiayaan
Margin dalam
persentase = Cost Recovery + Keuntungan X 100%
Harga Beli
Bank
Setelah
angka-angka tersebut didapat, barulah prosentase margin ini dibandingkan dengan
suku bunga. Jadi, suku bunga hanya dijadikan benchmark. Agar pembiayaan murabahah
kompetitif, margin murabahah tadi harus lebih kecil dari bunga pinjaman.
Jika masih lebih besar, maka yang harus dimainkan adalah dengan memperkecil cost
recovery dan keuntungan yang diharapkan.
- F.
Kerangka Pikir
Di mana :
L
= Profit Margin
X1
= Cost of Fund
X2
= Overhead Cost
X3
= Risk Cost
- G.
Hipotesis
Hipotesis
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bahwa
faktor cost of fund, biaya overhead dan risk cost secara simultan
berpengaruh terhadap penetapan profit margin pada produk pembiayaan murabahah
Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang
- Bahwa faktor cost of fund dan
biaya overhead berpengaruh secara dominan terhadap penetapan profit
margin pada produk pembiayaan murabahah Koperasi Agro Niaga Indonesia
(KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang
- H.
Metode Penelitian
Jenis
Penelitian
Jenis dari
penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian deskriptif yaitu
penelitian yang berusaha memberikan suatu gambaran atau kondisi mengenai suatu
objek penelitian (Kuncoro: 8).
Jenis dan
Sumber Data
Data adalah
segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu
informasi (Arikunto, 2002:96). Jenis data dalam penelitian ini adalah data
sekunder. Menurut Mudrajad data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh
lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat. Data ini berupa
laporan keuangan konsolidasi dan catatan-catatan lain yang mendukung. Sumber
data dalam penelitian ini adalah laporan keuangan Koperasi Agro Niaga Indonesia
(KANINDO) Syariah dan laporan keuangan BMT Ahmad Yani Malang. Menurut
Arikunto(2002:107) yang dimaksud Sumber data adalah ” Subyek dimana data
diperoleh”. Sumber data merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan
dalam metode pengumpulan data.
Metode Pengumpulan
Data
Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode dokumentasi. Menurut Arikunto (2002:135), metode dokumentasi yaitu
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa laporan keuangan dan
catatan yang mendukung lainnya.
Definisi
Operasional Variabel
Variabel
yaitu objek yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Tujuan dari definisi
operasional adalah penjelasan tentang variabel yang digunakan dalam analisis
penelitian ini.
- Profit Margin adalah selisih antara harga
jual bank dengan harga beli. Menurut Muhammad, margin dalam persentase
diperoleh dari : cost recovery ditambah dengan keuntungan dibagi
harga beli bank dikalikan 100%.
Margin =
Cost Recovery + Keuntungan x 100%
Harga beli
bank
- Cost of Fund adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh bank untuk memberi imbalan kepada nasabah (bagi hasil
yang diberikan oleh bank). Cost of fund dihitung dengan cara
mengalikan equivalent rate yang berlaku dengan reserve ratio
yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia.
Rumus
Cost of Fund = x
Equivalentrate
- Overhead Cost adalah semua biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh bank dalam rangka proses penghinpunan dana tersebut.
Overhead
Cost =
Jumlah biaya overhead X 100%
Jumlah Aktiva Produktif
- Risk Cost
Berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia PBI No. 5/ 9/ PBI/ 2003 mengenai Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produkti f(PPAP) bagi bank syari’ah tanggal 19 Mei 2003
adalah sebagai berikut:
1)
Cadangan Umum
1 % dari
seluruh aktiva produktif yang lancar, tidak termasuk sertifikat wadi’ah Bank
Indonesia dan surat hutang pemerintah.
2)
5 % dalam perhatian khusus
15 % kurang
lancar
50% diragukan,
dan
100% macet.
3)
Khusus untuk
piutang Ijarah ditetapkan sebesar 50% dari masing-masing kewajiban
pembentukan penyisihan penghapusan.
Metode
Analisis Data
Analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik regresi berganda,
yang merupakan perluasan dari regresi linear sederhana yaitu dengan menambah
jumlah variabel bebas. Secara fungsional, model regresi berganda dapat
dituliskan sebagai berikut:
Y = a + b1X1
+ b2X2 + b3X3 + e
Dimana, Y: Profit
Margin
X1:
Cost of Fund
X2:
Overhead Cost
X3:
Risk Cost
b1…b3:
Koefisien Regresi dari variabel Independent atau X1…X3
e: Standar
error persamaan regresi
- Estimasi Koefisien Regresi
Untuk
mencari koefisien regresi masing-masing variabel dapat dilakukan denga
persamaan:
b0
+ b1∑ X1
+ b2∑ X2
=∑ y
b0∑X1
+ b1∑ X21
+ b2∑ X1X2
=∑ X1 y
b0∑X2
+ b1∑X1X2
+ b2∑X22
=∑ X2 y
- Standar Error Estimasi
Untuk
mengukur penyimpangan dari data dapat dilakukan dengan jalan menghitung standar
error estimasi dengan rumus:
Sy x1
x2 = √ ∑( y – yc )2
n – k
di mana:
Sy x1
x2 : standar error estimasi
y
: nilai data y
yc
: nilai y estimasi
n –
k : derajat bebas
- Koefisien Determinasi
Koefisien
determinasi yakni suatu nilai yang menggambarkan total variasi dari y (variabel
terikat) dari suatu persamaan regresi. Nilai koefisien determinasi yang besar
menunjukkan bahwa regresi tersebut mampu dijelaskan secara besar pula. Nilai
koefisien determinasi ( R2 ) dalam regresi ganda dapat diperoleh
dengan formulasi sebagai berikut:
(
∑ y )2
R2
= b0 ∑ y + b1 ∑x1 y + b2 ∑ x2
y – n
∑ y2
– ( ∑ y )2
n
- Asumsi Klasik Ordinary Least
Square (OLS) dalam Regresi Ganda
1)
Multicollinierity menunjukkan adanya lebih dari satu hubungan linier yang
sempurna. Dalam pendugaan atau estimasi dengan OLS, asumsi ini harus terpenuhi,
bila tidak terpenuhi knsekuensi yang akan diperoleh adalah:
a) koefisien
regresi dari variabel bebas (X) tidak bias diestimasi.
b) rentang
dari tingkat keyakinan menjadi semakin lebar, sehingga probabilitas menerima
hipotesa padahal hipotesa itu salah semakin besar
c) tidak
mungkin dapat dipisahkan antar variable jika antar variabel tersebut saling
berhubungan
2)
Otokorelasi
Dalam model
regresi klasik mensyaratkan tidak ada otokorelasi antara ei dan ej.
Jika terjadi otokorelasi maka konsekuensinya adalah estimator tidak efisien,
oleh karena itu interval keyakinan menjadi lebar. Konsekuensi lain jika
otokorelasi dibiarkan maka varian pengganggu menjadi underestimate, yang
pada akhirnya penggunaan uji t dan uji F tidak bias digunakan lagi.
3)
Heteroskedastisitas
Asumsi lain
yang penting dari model regresi linear klasik adalah kesalahan pengganggu
mempunyai varian sama untuk semua pengamatan. Jika asumsi ini tidak terpenuhi
maka sekalipu sampel diperbesar, standar error tidak lagi minimum, sehingga
estimasi OLS tidak lagi efisien dan pada akhirnya akan menimbulkan kesimpulan
yang tidak tepat.
- Uji Hipotesis
Suatu perhitungan
statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya
berada dalam daerah kritis (daerah di mana H0 ditolak).
Sebaliknya, disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada
dalam daerah di mana H0 diterima.
1)
Uji F
Uji F pada
dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Hipotesis nol
(H0) yang hendak diuji apakah semua parameter dalam model sama
dengan nol, atau:
H0:
b1 = b2 = … = bk = 0
Artinya,
apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha), tidak
semua parameter secara simultan sama dengan nol, atau:
Ha:
b1 ≠ b2 ≠ … ≠ bk ≠ 0
Artinya,
semua variabel independen secara simultan merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen.
Untuk
menguji kedua hipotesis ini digunakan statistik F. Nilai statistik F dihitung
dari formula sebagai berikut:
F =
MSR = SSR / k
MSE
SSE / (n-k)
Di
mana SSR = sum of square due to regression = ∑ (Ŷi
– y )2 ;
SSE = sum
of square error = ∑ (Yi – Ŷi)2 ;
n = jumlah
observasi;
k = jumlah
parameter (termasuk intersep) dalam model
MSR = mean
square due to regression;
MSE = mean
of square due to error.
2)
Uji t (t-test)
Uji
statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat.
Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji adalah apakah suatu parameter
sama dengan nol, atau:
H0
: b1 = 0
Artinya,
apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha), parameter
suatu variabel tidak sama dengan nol, atau:
Ha
: b1 ≠ 0
Artinya, variabel
tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.
Untuk
menguji kedua hipotesis ini digunakan statistik t. statistik t dihitung dari
formula sebagai berikut:
t = (b1
– 0 ) / S = b1 / S
di mana S =
standar deviasi, yang dihitung dari akar varians. Varians (variance),
atau S2 diperoleh dari SSE dibagi dengan jumlah derajat kebebasan (degree
of freedom). Dengan kata lain:
S2
= SSE
n – k
di
mana n = jumlah observasi
k = jumlah
parameter dalam model, termasuk intersep
Daftar Pustaka
Antonie,
Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah. Jakarta: Gema Insani Press
Antonio,
Syafi’i dan kawan. 2003. Bank Syariah. Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang
dan Ancaman. Yogyakarta: Ekonisia.
Arikunto,
Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Asnawi, Said
Kelana. 2005. Riset Keuangan: Pengujian-pengujian Empiris. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Gozali,
Ahmad. 2005. Serba-serbi Kredit Syariah. Jangan Ada Bunga diantara Kita. Jakarta:
PT. Elex Komputindo.
Ikatan
Akuntan Indonesia. 1996. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba
Empat.
Karim,
Adiwarman, ir, S.E., M.B.A., M.A.E.P. 2004. Bank Islam : Analisis Fiqih Dan
Keuangan. Jakarta : Raja Grafindo.
Kotler,
Philip. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jilid I. Alih Bahasa: Damos
Sihombing. Jakarta: Erlangga.
Kuncoro,
Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Bagaimana Meneliti
dan Menulis Tesis. Jakarta: Erlangga.
Monroe, Kent
B. 1992. Kebijakan harga. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Muhamad.
2000. Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah, Yogyakarta:
UII Press.
. 2002.
Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
. 2005. Manajemen
Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Perwataatmaja,
Karnaen, dan Syafi’i Antonio. 1992. Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta:
Dana Bhakti Wakaf.
Saeed,
Abdullah. 2003. Bank Islam dan Bunga. Studi Kritis Larangan Riba dan
Interpretasi Kontemporer. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sarwono,
Jonathan. 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS.
Yogyakarta: Andi.
Siamat,
Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: LP FE UI
Widayat,
Wiratmo,
Masykur. 1992. Ekonomi Manajerial. Yogyakarta: Media Widya Mandala.
www.republika.com Mendorong Realisasi Dual Banking System. ( diakses
8 April 2008).
www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=9911 Baitul Maal wa at Tamwil.
(diakses 8 Mei 2008)
http://ruzaqir.multiply.com/journal. Prinsip-prinsip Operasional
Bank Islam. (diakses 8 April 2008)
Yumanita,
Diana. 2005. Bank Syariah : Gambaran Umum. Jakarta : PPSK-BI.
No comments:
Post a Comment